Sekilas
Sejarah OSF Reute - Sibolga
Kisah Awal dari
Oberland Schwaben
Setelah
beberapa dekade kekacauan politik di Jerman, sebagai akibat Revolusi Perancis 1789
yang melanda hampir seluruh Eropa, mengimpit perkembangan iman Gereja Katolik, Pemerintah
melarang serta menutup biara-biara yang pada zaman sebelumnya berkembang subur.
Tidak seorang pun mengetahui kapan kekacauan politik itu akan berakhir. Pada masa Revolusi di
Jerman 1848, Allah yang berbelaskasih berkenan menabur benih panggilan dalam
diri lima wanita muda bersahaja yang tidak terpelajar untuk
melayani Allah dalam diri orang yang menderita. Mereka berasal dari daerah
Ehingen - Jerman Selatan, kota yang terletak di pinggir Sungai
Donau.
Pada awalnya mereka tidak bermaksud membuka biara, melainkan merawat
orang-orang sakit yang miskin dan telantar dengan tetap tinggal di rumah orang
tua masing-masing. Lama kelamaan muncul keinginan untuk membentuk suatu
persaudaraan. Setelah merawat orang sakit di kota tanpa imbalan, mereka
memperoleh kediaman bersama yang sangat sederhana.
Para
Pendiri telah mengenal dan mencintai St.Fransiskus lewat biara OFM di kota
Ehingen yang telah ditutup beberapa tahun sebelumnya. Gedungnya sedang dipakai
sebagai rumah sakit, di sampingnya ada
sebuah gereja ziarah Bunda Maria.
Walaupun Bapa Uskup mengusulkan agar para saudari memilih semangat
St.Vinsensius, mereka tetap tertarik dengan semangat St.Fransiskus dan
menerapkan Anggaran Dasar Ordo III Regular. Pada tanggal 13 Desember 1854
diadakan penjubahan lima suster pertama di gereja St.Maria Ehingen. Dalam arsip
Keuskupan Rottenburg ditemukan kesaksian sbb: „Hati para Suster yang
berbelaskasih terpenuhi oleh semangat Fransiskus yang mereka junjung tinggi.
Ketaatan mereka tulus, mutlak dan penuh sukacita. Cinta mereka kepada
kemiskinan dapat diteladani. Mereka puas dengan makanan dan pakaian yang
sederhana dan itu dibuktikan dengan penampilan yang riang gembira .... Dengan
cinta dan perhatian penuh kerelaan untuk berkorban, mereka merawat orang sakit
di rumah-rumah“. Pelayanan para Suster tertuju pada perawatan orang-orang sakit, lansia
dan cacat, serta pengasuhan dan pendidikan anak-anak.
Jumlah anggota
persaudaraan semakin pesat. Pada thn. 1875 jumlah para suster sudah mencapai
125 orang dalam 22 komunitas, maka berbagai jalan ditempuh untuk mendapatkan
sebuah gedung baru sebagai rumah induk. Melalui percobaan dan pengalaman pahit
mencari lokasi rumah induk di berbagai kota, para suster diantar oleh Allah ke
Reute, tempat ziarah makam Beata Elisabeth, seorang biarawati fransiskan yang
sangat sederhana. Gedung yang selama 100 tahun ditinggalkan, dijadikan biara induk.
Kasih Beata Elisabeth kepada Kristus menyemangati para Suster sampai sekarang.
Mengepak Sayap ke
Bumi Indonesia
Pada
Konsili Vatikan II tahun 1960 para Uskup menghimbau agar biarawan/i dari Eropa
lebih melibatkan diri pada karya misi, supaya cinta kasih Kristus lebih
dikenal. Pimpinan Umum Biara OSF Reute di Jerman Sr. Magdalena Kiem dan Bapak
Superior Ludwig Jung, sangat antusias mendengar himbauan itu, dan bersedia
untuk menanggapinya dengan senang hati. Usai Konsili Vatikan II Uskup Gratian
Grimm, yang pada saat itu menjabat sebagai Adminitrator Prefektur Apostolik
Sibolga singgah di Reute, dan pada kesempatan ini Pimpinan Umum berunding dengan
beliau yang dengan gembira menyambut rencana itu, khususnya beliau minta tenaga
untuk menolong umat dalam bidang kesehatan dan pendidikan non formal.
Pada
tgl. 25 Agustus 1964, lima orang suster yaitu Sr. Bentivolia Karcher , Sr.
Notburga Fürst , Sr. Thoma Albrecht ,
Sr. Franziska Förch dan Sr. Erminolda Zoller diutus ke Prefektur
Sibolga, dan mereka berangkat dengan kapal laut dari Amsterdam, ditemani oleh
P. Norbert Kurzen, Provinsial OFM Cap. Prefektur Sibolga.
Pada
tgl. 7 Oktober 1964 rombongan tiba di Belawan, dijemput oleh suster FCJM dari
Tebing dan P. Bruno Arndt OFM Cap. Kemudian para suster mempersiapkan diri
untuk mengenal kebudayaan, bidang pelayanan dan bahasa. Untuk itu mereka mulai
berpisah, dua suster tinggal di Tebing Tinggi dan tiga suster lain mulai di
Pakkat, selama beberapa waktu. Setelah itu mereka meneruskan masa
persiapan di Biara KSSY di Medan. Terima kasih kepada Tarekat FCJM dan KSSY
atas persahabatan sejak awal ini.
Bulan Januari 1965 Mgr. Grimm kembali dari Vatikan ke-II. Bersama beliau
para suster memilih Padangsidimpuan sebagai tempat biara mereka. Bulan
Agustus 1965 para suster bersatu kembali dan membuka karya di Padangsidimpuan,
pertama-tama Poliklinik dan TK. Saat itu P. Leonhard Beikirche OFM
Cap melayani wilayah Tapanuli Selatan yang pada bulan yang sama diresmikan
menjadi paroki Padangsidimpuan. Pada tahun-tahun berikut biara dan gereja
dibangun.
Agustus 1970 Sr. Theresia Winter tiba di Indonesia dan mulai mempersiapkan
program pembinaan bagi suster-suster indonesia yang kemungkinan tertarik
menjadi suster OSF .
Pebruari
1972 pembukaan komunitas di Pangaribuan, dimulai dengan perawatan orang sakit .
April 1972, dua suster diutus lagi dari Jerman
untuk ikut berkarya di sana: Sr. Vita Schmid dan Sr. Herma. Oktober 1972,
dalam rapat bersama Administrator Willing dan Pater Leonhard Beikirche OFM Cap diambil
kebijakan mulai menerima calon dan menggabungkan diri dengan para postulan
Kongregasi FCJM di Balige. Hal ini diteguhkan dengan satu kontrak antara kedua
Tarekat. Setelah dijalankan ternyata tak mendukung, sehingga diralat dan
dimulai pembinaan Postulat di Padangsidimpuan.
Oktober 1975, Sr. Mikaela dan Sr. Ingeborg datang sebagai missionaris dan
mereka membuka komunitas Idano Gawo pada bulan April 1976.
Oktober
1976, pertemuan dengan pimpinan umum yang mengambil kebijakan untuk mendirikan
Regio menjadi Kapitel Regio I. Saat itu Sr. Fransiska dipilih sebagai pimpinan.
Sejak itu diadakan Kapitel Regio dengan periode tiga tahun. Pada saat itu Sr.
Theresia menjadi pemimpin novis dan diputuskan untuk memulai Novisiat OSF di
Padangsidimpuan, walaupun para Postulan saat itu masih dalam pembinaan di
Balige. Bulan Desember 1976, Penjubahan pertama di Padangsidimpuan.
Desember 1978,
suster indoneisa yang pertama mengikrarkan kaulnya. Setelah itu hampir setiap
tahun ada penerimaan calon dalam jenjang-jenjang hidup membiara, walaupun dalam
perjalanan waktu banyak saudari menempuh jalan lain.
September
1979, ada kebijakan pemerintah bahwa tidak ada lagi pembaharuan visa baru bagi
para misionaris. Keputusan ini menjadi kejutan bagi Suster Muda dan Para Novis,
karena dianggap akan membawa pembubaran biara kita. Ternyata ada usaha dari KWI
karena banyak Tarekat yang terkena. Dalam perundingan KWI dengan pemerintah
Indonesia disepakati jalan keluar, yaitu setiap missionaris mengajukan
permohonan menjadi WNI. Dengan demikian mereka diijinkan untuk tinggal
seterusnya, visa baru untuk para missionaris tidak diberi lagi, namun masih sempat
2 suster diutus dari Jerman, Sr. Barbara Winter dan Sr. Colette Safferling ke
keuskupan Sibolga.
Tgl. 6 Januari
1981 di Roma diadakan pentahbisan P. Anicetus Sinaga menjadi Uskup. Dengan
demikian Prefektur Sibolga diangkat menjadi keuskupan. Sebagai Tarekat Diosesan
sejak awal terjalin hubungan yang baik dengan pihak keuskupan.
Desember 1985, suster pertama berkaul kekal. September 1987, Novisiat
dipindahkan dari Padangsidimpuan ke Pangaribuan. Agustus 1990,
Komunitas Pandan dimulai, yang kemudian di susul dengan pembukaan Asrama Putri
dan TK. Desember 1991, Regionalat pindah
ke Sibolga di Biara Elisabeth
Dengan
semakin bertambah anggota, persaudaraan merentangkan sayap-sayapnya khususnya
di keuskupan Sibolga, juga di Pematangsiantar dan untuk para suster yang studi
di Yogyakarta. Pada tahun 1999 Sr. Agnes Manullang dan Sr. Anastasia Simbolon
diutus ke Brasil untuk ikut serta dalam karya misi tarekat di Brasil, bagian
timur laut.
Februari 2004 di mulai
berkarya di Flores Keuskupan Ende. Juni 2006 dibuka komunitas study
dan rumah transit di TASBI Medan. 4 Oktober 2007 tepat pada pesta Bapa ST.
Fransiskus, rumah induk San Damiano di berkati oleh Uskup Ludovikus
Simanullang, dengan demikian Regionalat pindah ke Pandan. Juni 2008 komunitas
Postulat yang selama ini bergabung dengan komunitas Novisiat di Pangaribuan
pindah ke Pandan
April
2011 komunitas baru dimulai di Mataloko Flores Keuskupan Ende. Mei 2012 setelah
48 tahun memberi diri dalam memulai dan menumbuhkan tunas konggregsi di
Indonesia, Sr. Erminolda memutuskan kembali ke Jerman karena alasan kaki yang
kurang sehat dan usia yang semakin tua.
Akhir-akhir ini
pendampingan dari Dewan Pemimpin Umum
semakin intensif, meskipun jumlah para suster dari Jerman semakin berkurang. Tiga
suster diantara para perintis telah mendahului kita yaitu: Sr. Bentivolia, Sr.
Notburga dan Sr. Franziska.
Persaudaraan
OSF sekarang 96 Suster, 12 Novis I , 5 Novis
II serta 6 Orang Postulan. Terima kasih
kepada pimpinan umum dan para missionaris yang telah meletakkan dasar tarekat
di bumi Indonesia. 50 Tahun sejak waktu menabur, kini saatnya memelihara tanaman
agar tetap tumbuh subur dan berbuah.
Inilah
perkembangan yang dapat digambarkan sesuai dengan peristiwa-peristiwa. pengalaman
akan Tuhan mewarnai seluruh perjuangan persaudaraan. Disinipun berlaku yang
dikatakan pendiri tarekat ini Sr. Margaretha Bloching: „ Bahtera tempat Yesus berada tidak akan tenggelam“
--oo0oo--
Posting Komentar